Search
Close this search box.
EcoStory

Rilis Video Musik, Slank Serukan Penyelamatan Hutan

Bagikan Tulisan
Yayasan EcoNusa dan Slank bekerja sama mengampanyekan perlindungan hutan di Indonesia timur melalui video musik lagu Seleksi Alam. (Yayasan EcoNusa/Moch. Fikri)

Berangkat dari kegelisahan terhadap kondisi alam Indonesia, grup band rock legendaris Indonesia, Slank, bersama Yayasan EcoNusa meluncurkan video musik lagu Seleksi Alam. Peluncuran video musik ini dirilis bertepatan dengan perayaan Hari Bumi pada 22 April 2021 sebagai momentum kampanye krisis iklim.

Bimbim, penabuh drum Slank, mengatakan bahwa lagu Seleksi Alam merupakan refleksi atas sikap manusia yang tak acuh terhadap alam. Bait lirik Seleksi Alam secara gamblang memperlihatkan bahwa alam telah mengabarkan “suaranya”, sayangnya manusia tak pernah mendengar. Kau terlalu banyak mendengar // kau tak pernah mau menyimak // semua tanda tertolak

Baca juga: Komunitas Umat Beragam Berperan Penting Melindungi Bumi

Seleksi Alam bercerita tentang teguran orang yang melihat tapi tidak mengamat. Tanda-tanda seleksi alam lewat di depan hidung kita tapi tidak kita sadari. Semoga lagu seleksi alam membuat kita banyak merenung karena kerusakan alam disebabkan oleh manusia,” kata pemilik nama Bimo Setiawan Almachzumi pada acara Launching Video Klip Lagu Seleksi Alam secara daring pada Kamis (22/4/2020).

Menurut Abdee Negara, gitaris Slank, kondisi sosial dan lingkungan menjadi tema utama yang hadir dalam setiap album. Komitmen tersebut selalu menjadi titik awal Slank dalam membuat karya, yaitu sejak album studio perdana, Suit… Suit… He…he… hingga album ke-24, Vaksin. Atas dasar itulah, Slank menyambut baik kerja sama dengan Yayasan EcoNusa terkait kampanye Defending Paradise

Kampanye Defending Paradise ditunjukkan lewat potongan video klip dan kalimat-kalimat lugas tentang kondisi hutan Indonesia saat ini. Hamparan lanskap hutan primer di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku serta kecantikan burung cenderawasih menghiasi video musik berdurasi 3 menit 15 detik tersebut. Hutan yang tak lagi hijau dan berganti menjadi lahan perkebunan sawit memberikan kontras visual terhadap tempat tinggal jutaan makhluk hidup itu. 

Baca juga: Cenderawasih, Simbol Budaya dan Mata Rantai Kehidupan Belantara Papua dan Maluku

“Pesan yang ingin kami sampaikan mungkin sudah berkali-kali disampaikan. Masa depan dunia berada di negara-negara berhutan. Kalau tidak kita jaga dari sekarang, ya nanti masa depan kita malah susah, anak cucu kita susah,” ujar Abdee.

CEO Yayasan EcoNusa Bustar Maitar mengatakan, Defending Paradise sendiri merupakan kampanye yang dilakukan berkolaborasi dengan Cornell Lab of Ornithology. Sejak 2004, Edwin Scholes, ahli ornitologi Cornell University serta dan Tim Laman, fotografer dan ahli biologi, telah mendokumentasikan 39 spesies keluarga Paradisaeidae selama delapan tahun. 

Menurut Bustar, cenderawasih merupakan simbol kelestarian hutan yang masih terjaga. Hutan di Kepulauan Maluku dan Tanah Papua menyumbang hampir dari separuh luasan hutan di Indonesia. Kawasan tersebut juga memiliki tingkat keanekaragaman flora paling tinggi di dunia, mengalahkan Madagaskar. 

Baca juga: Sampah, Perhatian Utama Kewang Muda Maluku

Namun keindahan cenderawasih dan hutan hujan tropis di Tanah Papua dan Kepulauan Maluku, tempat tinggal mereka semakin hari semakin terancam. Selama 1990 hingga 2019, luasan hutan Tanah Papua berkurang hampir 2 juta hektare dari total 33 juta hektare. Sedangkan di Kepulauan Maluku, deforestasi yang terjadi sejak 2009 hingga 2018 telah menghilangkan 151.942,14 hektare kawasan hutan. Tingginya deforestasi di kedua kawasan yang menjadi benterng terakhir Indonesia mendorong pemanasan global berlangsung lebih cepat. 

“Kalau kita jaga alam, alam juga jaga kita. Kalau tidak jaga alam, seleksi alam menunggu kita. Selamat hari bumi, defending paradise!,” tegas Bustar.

Editor: Leo Wahyudi & V. Arnila Wulandani 

EcoBlogs Lainnya

Copyright ©2023.
EcoNusa Foundation
All Rights Reserved